CARA
JITU MENANGANI MINIMNYA PENGEMBANGAN INDUSTRI FARMASI DI INDONESIA
Berbicara mengenai industri
tentu tidak asing lagi di telinga kita sebagai warga negara Indonesia yang
cukup terkenal dengan hasil perindustriannya yang lambat laun semakin
berkembang dengan pesat seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Tentu tidak lepas juga dari cara memanajemen pemasaran dengan strategi-strategi
tersendiri. Proses industrialisasi masyarakat
Indonesia makin cepat dengan berdirinya perusahaan dan tempat kerja yang
beraneka ragam. Di berbagai
desa juga sudah banyak lahan sawah yang dilindas untuk dijadikan pabrik-pabrik
industri. Namun tidak semua sektor industri dapat berdiri dan berkembang dengan
baik. Sebelum kita mengulas lebih jauh lagi tentang perindustrian, terlebih
dahulu kita pahami dulu apa yang dimaksud dengan industri.
Industri merupakan kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku,
barang setengah jadi atau barang jadi menjadi barang yang bermutu tinggi dalam
penggunannya dan
nantinya akan menimbulkan nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan. Dengan demikian, industri merupakan bagian
dari proses produksi. Bahan-bahan industri diambil secara langsung maupun tidak
langsung kemudian diolah, sehingga menghasilkan barang
yang bernilai lebih bagi masyarakat.[1]
Berkembangnya sektor industri di Indonesia tentu saja tidak selalu mengalami
peningkatan. Dari tahun ke tahun industri Indonesia selalu mengalami
peningkatan dan penurunan. Karena tidak semua sektor dapat berkembang dengan
baik, misalnya saja industri farmasi di Indonesia. Sebuah industri yang
berhubungan penting dengan kesehatan masyarakat. Padahal kesehatan masyarakat
merupakan penunjang pertumbuhan ekonomi suatu negara.
Faktor-faktor
Penyebab Minimnya Pengembangan Industri Farmasi di Indonesia
Minimnya penelitihan dan
perkembangan industri farmasi ini didasari karena beberapa faktor. Menurut
sumber yang jelas yakni kompas.com faktor-faktor tersebut yang pertama, bahan baku untuk diolah masih sangat
minim sehingga sebagian besar bahan baku obat-obatan didatangkan dari luar
negeri. Kedua, kurangnya penelitian dan pengembangan
atau research and development (RnD)
dikarenakan pada salah satu peraturan
menteri yang larangan untuk membawa sampel darah keluar negeri untuk
penelitian. Ketiga,
masih sangat minimnya investor untuk menanamkan modalnya dalam bisnis ini.
Keempat, kurang adanya dukungan dari pemerintah dalam menyiapkan lapangan kerja.
Dalam diskusi investasi sektor farmasi di kantor
Badan Koordinasi Penananam Modal (BKPM)
mengungkapkan bahwa pertumbuhan industri farmasi setiap
tahunnya masih sedikit. Dari jumlah industri farmasi sebanyak 192 pada 2014,
jumlah ini cukup tumbuh menjadi 211 pada 2015. Tapi pertumbuhannya kemudian
melambat dan hanya bertambah tiga industri menjadi 214 pada 2016.[2] Sebelum kita mengungkap strategi-strategi apa saja
yang harus dilakukan terhadap faktor-faktor tersebut mari kita kupas dulu satu
per-satu penyebab minimnya pengembangan industri farmasi.
Menurut Deputi Bidang Pengendalian
Pelaksanaan Penanaman Modal BKPM, Azhar Lubis, sebanyak 90 persen bahan baku
obat masih diimpor. Sebut saja bahan baku pembuatan paracetamol dan amoxicillin. Jenis obat-obatan pokok yang sangat penting dibidang
apoteker. "Fluktuasi harga
bahan baku dan nilai tukar rupiah masih menjadi dua kendala utama yang kami
perhitungkan di dalam menganalisa sektor farmasi domestik," ujar Achmad Nurcahyadi, analis PT BNI Securities.[3]
Padahal bahan baku merupakan unsur terpenting suatu perusahaan dalam
mengembangkan bisnisnya apalagi di bidang perindustrian. Selain itu kurang
adanya minat para investor untuk menanamkan modalnya dalam industri ini.
Lima tahun terakhir
sejak 2011 hingga 2016 masih sedikit investor yang menanamkan dana mereka untuk
membangun industri farmasi. Data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)
menyebutkan dalam lima tahun terakhir, investasi di sektor ini hanya mencapai
Rp 8,9 triliun. Meskipun setiap
tahunnya ada investasi yang masuk namun jumlahnya tidak begitu banyak. Padahal pemerintah
sudah mengimplementasikan paket kebijakan ekonomi
yang menyinggung perkembangan industri farmasi dan berharap bisa menarik investasi farmasi
masuk lebih cepat, tetapi sama
saja kebijakan tersebut juga belum efektif. Faktor terakhir yakni kurang
terbukanya lapangan pekerja, jika pemerintah menginginkan investasi yang cukup
besar maka pemerintah juga harus meyiapkan lapangan pekerja yang besar pula.
Otomatis pembangunan pabrik industri farmasi juga semakin meningkat.
Jika kita tinjau lebih dalam
lagi adanya perkembangan industri farmasi dapat dipercaya mengembangkan tiga
sektor penting yakni sosial, ekonomi dan tegnologi. Dalam sektor sosial,
industri farmasi bisa menjaga keselamatan dan kesehatan masyarakat Indonesia,
bayangkan saja jika tidak ada atau kelangkaan industri farmasi di Indonesia
masyarakat harus berobat ke mancanegara dan biaya obat-obatan sangat mahal
pastinya. Pada sektor ekonomi, industri farmasi dapat meningkatkan produk
domestik bruto karena perputaran uang untuk kesehatan akan berada dalam negeri
saja. Serta meningkatkan devisa negara dengan cara mengekspor hasil produksi ke
negara lain. Dan dari sektor teknologi semakin banyak produk yang dihasilkan
semakin banyak pula inovasi yang diperoleh salah satunya alat-alat yang
digunakan untuk membuat obat-obatan juga akan semakin canggih dan bertambah.
Sungguh sangat disayangkan sekali jika industri farmasi tidak dapat berkembang
dengan baik di Indonesia. Padahal mempunyai efek positif yang begitu besar bagi
seluruh masyarakat. Oleh karena itu diperlukan adanya beberapa strategi atau
cara-cara untuk meningkatkan perkembangan industri farmasi di Indonesia.
Strategi tersebut dapat berupa orientasi perusahaan terhadap pasar, pemasaran
sosial dengan cara marketing mix dan lain sebagainya.
Strategi-strategi
untuk Menangani Minimnya Pengembangan Industri Farmasi di Indonesia
Sektor industri menjadi sebuah sektor yang paling diminati saat ini,
sehingga timbul persaingan yang ketat diantara perusahaan industri. Fenomena
ini memacu setiap perusahaan untuk dapat menghasilkan produk yang berkualitas
dan memiliki nilai tambah, sehingga mendapat tempat dihati konsumen serta menarik minat investor untuk
berinvestasi. Persepsi
konsumen akan berdampak kepada peningkatan permintaan terhadap produk yang
dihasilkan oleh suatu industri, dengan kata lain dapat membuat perusahaan mampu
bersaing dipasaran. Akan tetapi kita harus melihat strategi pemasaran dari industri farmasi
itu seperti apa karena setiap industri mempunyai strategi pemasaran yang
berbeda-beda. Industri farmasi memproduksi sedemikian banyak obat, baik
obat ethical (sering juga disebut obat keras yang dapat diperoleh hanya dengan
resep dokter) maupun obat bebas (Over The Counter / OTC). Dalam satu kelas
terapi terdapat banyak obat yang mempunyai indikasi / khasiat yang sama dengan
berbagai nama dagang (brand name) maupun nama generik, yang diproduksi oleh berbagai
perusahaan farmasi. Di Indonesia saat ini terdapatt 214 perusahaan manufaktur farmasi yang terdiri dari perusahaan
domestik maupun multi nasional yang memproduksi belasan ribu item obat.
Obat yang dihasilkan oleh produsen farmasi Indonesia tersebut kemudian
didistribusikan oleh pedagang besar farmasi (PBF)/ distributor kepada apotek,
Rumah Sakit dan toko obat (Untuk OTC) diseluruh Indonesia, menjangkau konsumen
dalam skala yang sangat luas mencapai ratusan juta produk Indonesia.[4] Oleh karena itu dibutuhkan
beberapa strategi manajemen pemasaran antara lain :
Ø Orientasi Perusahaan
terhadap Pasar
Orientasi ini merupakan
strategi pertama yang harus ditentukan atau dibentuk terlebih dahulu karena
sikap menentukan hasil yang telah dikerjakan. Orientasi perusahaan dibagi
menjadi 3 konsep yakni konsep pemasaran, konsep marketing berdasarkan
kepentingan sosial, dan konsep pemasaran yang bersifat kemasyarakatan. Ketiga
konsep ini tidak jauh berbeda yakni berintikan sama-sama menetapkan kepentingan
dan kebutuhan konsumen dalam jangka panjang serta memahami keinginan-keinginan
terget pasar. Dalam industri farmasi, perusahaan harus mengerti terlebih dahulu
kebutuhan konsumen pada saat itu misalnya dilihat dari faktor iklim atau cuaca.
Tentu kesehatan masyarakat sangat berbeda dan membutuhkan jenis obat yang
berbeda pula. Setelah itu perusahaan membuat penyalur distribusi. Pertama
distribusi intensif, yakni perusahaan menggunakan peyalur tertama pengecer sebanyak
banyaknya, untuk mendekati dan mencapai konsumen, untuk mempercepat pemenuhan
kebutuhan konsumen. Kedua
distribusi selektif, yakni perusahaan menggunakan
pedagang/pengecer yang terbatas dalam suatu daerah tujuannya untuk meniadakan pengecer / penyalur yang tidak
menguntungkan. Ketiga distribusi
ekslusif yakni perusahaan hanya
menggunakan satu pengecer dalam daerah pasar tertentu dengan tujuan agar
produsen lebih mudah dalam melakukan pengawasan pada tingkat harga eceran dan
kerja sama dengan penyalur terutama dibidang periklanan. Hal ini merupakan awal pembentuk
strategi pemasaran pada konsumen agar dapat berjalan dengan jangka waktu
panjang.
Ø Konsep
Marketing Mix
Dalam konsep ini perusahaan
harus membentuk 5 unsur penting yang ada dalam perindustrian. Unsur tersebut
meliputi produk, harga, distribusi/tempat, promosi, dan inovasi produk. Konsep
inilah yang nantinya akan memecahkan faktor-faktor minimnya pengembangan
industri farmasi yang telah dijelaskan sebelumnya.
1. Produk
Produk
yang dihasilkan oleh industri farmasi sangat beragam dan sangat banyak sekali.
Namun kendala yang dialami hal ini ialah pada bahan baku obat-obatan yang
sebagian besar diperoleh dari import luar negeri. Padahal secara teknologi
Indonesia sudah siap memproduksi bahan baku obat dengan memanfaatkan bahan baku
lokal yang melimpah. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), PT Kimia
Farma dan Sungwun Pharmacopia (Korea Selatan), menandatangani kerja sama tiga
pihak untuk pengembangan bahan baku obat antibiotik sefalosporin dan turunannya
di Indonesia. Nantinya dalam kerja sama ini, akan ada transfer teknologi dan
pemanfaatan laboratorium bersama. Terdapat tiga teknologi untuk menghasilkan
teknologi ini antara lain fermentasi, enzimatik transfer dan sintetis. BPPT dan
Sungwun akan mengkaji studi kelayakannya dalam 6 bulan ke depan. PT Kimia Farma
sudah menyiapkan lahan seluas 12 hektare di Cikarang untuk membangun industri
antibiotika ini.[5]
Jika kerjasama tersebut dapat berjalan dengan baik maka Indonesia tidak perlu
lagi megimpor banyak bahan baku untuk pembuatan obat tapi mengolah sendiri
bahan baku yang ada menjadi obat-obatan.
2. Harga
Harga obat yang dikonsumsi masyarakat saat ini 75-80 persennya dari
bahan baku dan 20-35 persennya biaya pemasaran dan ongkos produksi. Sudah sangat jelas jika harga impor sangat
mempengaruhi nilai jual. Maka dari itu hal utama yang harus difokuskan ialah
mengubah bahan baku impor menjadi olahan sendiri atau jika memungkinkan sampai
mengekspor bahan baku. Tentu sangat berpengaruh juga dalam harga, masyarakat
menjadi lebih mudah dalam berobat karena biaya sudah tidak terlalu mahal.
3. Distribusi/tempat
Jumlah industri farmasi di Indonesia lebih besar
di wilayah barat dibanding wilayah Indonesia bagian timur, salah satu
penyebabnya ialah mahalnya harga obat di bagian timur akibat tingginya biaya
distribusi disana. Ini dapat dijadikan acuan dalam mengembangkan industri
farmasi di Indonesia bagian timur dalam rangka pemerataan sarana tersebut di
seluruh Indonesia. Seharusnya jumlah Sumber Daya Manusia (SDM) dan keadaan
ekonomi masyarakat di wilayah timur Indonesia juga harus ditingkatkan untuk
mendukung upaya tersebut. Hal ini penting untuk membuka akses masyarakat
terhadap sarana pelayanan kesehatan khususnya bidang kefarmasian dan alat
kesehatan.
4. Promosi/iklan
Dalam hal promosi pada industri farmasi
ini sangat ditekankan kepada para investor untuk menginvestasikan modalnya yang
pada saat ini sangat dibutuhkan oleh perusahaan farmasi. Agar para investor
yakin kepada perusahaan. Maka perusahaan memerlukan visi, misi dan nilai-nilai
perusahaan. Dalam visi perusahaan harus mempunyai konsep sustainability (konsep
yang berkelanjutan) yaitu sebuah sebuah upaya pembangunan yang meliputi aspek
ekonomi, sosial, lingkungan bahkan budaya untuk kebutuhan masa kini tetapi
tidak mengorbankan atau mengurangi kebutuhan generasi yang akan datang. Konsep
sustainability dalam visi perusahaan meberikan nilai unggul kompetitif dalam
jangka panjang. Perusahaan harus menyampaikan pada para investor bahawa
penerapkan praktik bisnis yang sustainability akan menambah produktivitas
biaya, pendapatan, dan nilai merek korpolat.[6] Dengan begitu para investor akan tertarik untuk
bermodal dalam industri ini. Investor meningkat, lapangan kerja pun juga akan
meningkat karena seiring bertambahnya modal otomatis terjadi perluasan kerja
juga. Tenaga kerja pun juga sangat banyak sekali lulusan-lulusan diploma maupun
sarjana.
5. Inovasi
Produk
Inovasi produk merupakan
planning kedua setelah keempat strategi sebelumnya tidak terlaksana dengan baik
dan lancar. Inovasi produk berupa upaya yang harus dilakukan perusahaan agar
dapat memaksimalkan pemasarannya. Tergantung dengan situasi dan kondisi
perusahaan pada saat itu.
DAFTAR
PUSTAKA
Putri, Karnia.
perkembangan industri di Indonesia dari tahun ke tahun. blog.spot.2014.
Republika .news. 3 November 2016 .“ Dalam Lima Tahun, Investasi Sektor Farmasi Hanya Rp. 8,9 Triliun”.
dalam http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/makro/16/11/03/og21z2383-dalam-lima-tahun-investasi-sektor-farmasi-hanya-rp-89-triliun
Bisnis.vivanews.com. 27 Oktober 2016.“Industri Farmasi
Indonesia Tumbuh Rp37 T”. dalam
Beritasatu.com. 06 juni 2016. Dalam http://www.beritasatu.com/iptek/368611-tekan-impor-bppt- dukung-pengembangan-bahan-baku-antibiotik.html
Kurniasih, Nia.“ Manajemen
Pemasaran Farmasi”, dalam
Kolter, Philip. “Marketing
3.0 Mulai dari Produk ke Pelanggan ke Human Spirit”. Jakarta : Erlangga. 2010.
Kompas.com. 4 November 2016. “Penelitihan dan Pengembangan di Industri Farmasi masih minim”.
Dalam
[2] “ Dalam Lima Tahun, Investasi Sektor Farmasi Hanya Rp.
8,9 Triliun” Republika.news, 3 November 2016, dalam http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/makro/16/11/03/og21z2383-dalam-lima-tahun-investasi-sektor-farmasi-hanya-rp-89-triliun
[3] “Industri Farmasi Indonesia Tumbuh Rp37 T”,
Bisnis.vivanews.com, 27 Oktober 2016 dalam
http://www.kemenperin.go.id/artikel/1420/Industri-Farmasi-Indonesia-Tumbuh-
[4] Nia
kurniasih, “ Manajemen Pemasaran Farmasi”,
dalam
http://apotekeroke.blogspot.co.id/2015/10/manajemen-pemasaran-farmasi_30.html
[5] Beritasatu.com,
06 juni 2016, dalam http://www.beritasatu.com/iptek/368611-tekan-impor-bppt-dukung-pengembangan-bahan-baku-antibiotik.html