Sabtu, 07 Januari 2017

Strategi Manajemen Pemasaran

CARA JITU MENANGANI MINIMNYA PENGEMBANGAN INDUSTRI FARMASI DI INDONESIA
Berbicara mengenai industri tentu tidak asing lagi di telinga kita sebagai warga negara Indonesia yang cukup terkenal dengan hasil perindustriannya yang lambat laun semakin berkembang dengan pesat seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tentu tidak lepas juga dari cara memanajemen pemasaran dengan strategi-strategi tersendiri. Proses industrialisasi masyarakat Indonesia makin cepat dengan berdirinya perusahaan dan tempat kerja yang beraneka ragam. Di berbagai desa juga sudah banyak lahan sawah yang dilindas untuk dijadikan pabrik-pabrik industri. Namun tidak semua sektor industri dapat berdiri dan berkembang dengan baik. Sebelum kita mengulas lebih jauh lagi tentang perindustrian, terlebih dahulu kita pahami dulu apa yang dimaksud dengan industri.
Industri merupakan kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi atau barang jadi menjadi barang yang bermutu tinggi dalam penggunannya dan nantinya akan menimbulkan nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan.  Dengan demikian, industri merupakan bagian dari proses produksi. Bahan-bahan industri diambil secara langsung maupun tidak langsung  kemudian diolah, sehingga menghasilkan barang yang bernilai lebih bagi masyarakat.[1] Berkembangnya sektor industri di Indonesia tentu saja tidak selalu mengalami peningkatan. Dari tahun ke tahun industri Indonesia selalu mengalami peningkatan dan penurunan. Karena tidak semua sektor dapat berkembang dengan baik, misalnya saja industri farmasi di Indonesia. Sebuah industri yang berhubungan penting dengan kesehatan masyarakat. Padahal kesehatan masyarakat merupakan penunjang pertumbuhan ekonomi suatu negara.
Faktor-faktor Penyebab Minimnya Pengembangan Industri Farmasi di Indonesia
Minimnya penelitihan dan perkembangan industri farmasi ini didasari karena beberapa faktor. Menurut sumber yang jelas yakni kompas.com faktor-faktor tersebut yang  pertama, bahan baku untuk diolah masih sangat minim sehingga sebagian besar bahan baku obat-obatan didatangkan dari luar negeri. Kedua, kurangnya penelitian dan pengembangan atau research and development (RnD) dikarenakan pada salah satu peraturan menteri yang larangan untuk membawa sampel darah keluar negeri untuk penelitian. Ketiga, masih sangat minimnya investor untuk menanamkan modalnya dalam bisnis ini. Keempat, kurang adanya dukungan dari pemerintah dalam menyiapkan lapangan kerja. Dalam diskusi investasi sektor farmasi di kantor Badan Koordinasi Penananam Modal (BKPM) mengungkapkan bahwa pertumbuhan industri farmasi setiap tahunnya masih sedikit. Dari jumlah industri farmasi sebanyak 192 pada 2014, jumlah ini cukup tumbuh menjadi 211 pada 2015. Tapi pertumbuhannya kemudian melambat dan hanya bertambah tiga industri menjadi 214 pada 2016.[2] Sebelum kita mengungkap strategi-strategi apa saja yang harus dilakukan terhadap faktor-faktor tersebut mari kita kupas dulu satu per-satu penyebab minimnya pengembangan industri farmasi. 
Menurut Deputi Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal BKPM, Azhar Lubis, sebanyak 90 persen bahan baku obat masih diimpor. Sebut saja bahan baku pembuatan paracetamol dan amoxicillin. Jenis obat-obatan pokok yang sangat penting dibidang apoteker. "Fluktuasi harga bahan baku dan nilai tukar rupiah masih menjadi dua kendala utama yang kami perhitungkan di dalam menganalisa sektor farmasi domestik," ujar Achmad Nurcahyadi, analis PT BNI Securities.[3] Padahal bahan baku merupakan unsur terpenting suatu perusahaan dalam mengembangkan bisnisnya apalagi di bidang perindustrian. Selain itu kurang adanya minat para investor untuk menanamkan modalnya dalam industri ini. Lima tahun terakhir sejak 2011 hingga 2016 masih sedikit investor yang menanamkan dana mereka untuk membangun industri farmasi. Data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menyebutkan dalam lima tahun terakhir, investasi di sektor ini hanya mencapai Rp 8,9 triliun. Meskipun setiap tahunnya ada investasi yang masuk namun jumlahnya tidak begitu banyak. Padahal pemerintah sudah mengimplementasikan paket kebijakan ekonomi yang menyinggung perkembangan industri farmasi dan berharap bisa menarik investasi farmasi masuk lebih cepat, tetapi sama saja kebijakan tersebut juga belum efektif. Faktor terakhir yakni kurang terbukanya lapangan pekerja, jika pemerintah menginginkan investasi yang cukup besar maka pemerintah juga harus meyiapkan lapangan pekerja yang besar pula. Otomatis pembangunan pabrik industri farmasi juga semakin meningkat.
Jika kita tinjau lebih dalam lagi adanya perkembangan industri farmasi dapat dipercaya mengembangkan tiga sektor penting yakni sosial, ekonomi dan tegnologi. Dalam sektor sosial, industri farmasi bisa menjaga keselamatan dan kesehatan masyarakat Indonesia, bayangkan saja jika tidak ada atau kelangkaan industri farmasi di Indonesia masyarakat harus berobat ke mancanegara dan biaya obat-obatan sangat mahal pastinya. Pada sektor ekonomi, industri farmasi dapat meningkatkan produk domestik bruto karena perputaran uang untuk kesehatan akan berada dalam negeri saja. Serta meningkatkan devisa negara dengan cara mengekspor hasil produksi ke negara lain. Dan dari sektor teknologi semakin banyak produk yang dihasilkan semakin banyak pula inovasi yang diperoleh salah satunya alat-alat yang digunakan untuk membuat obat-obatan juga akan semakin canggih dan bertambah. Sungguh sangat disayangkan sekali jika industri farmasi tidak dapat berkembang dengan baik di Indonesia. Padahal mempunyai efek positif yang begitu besar bagi seluruh masyarakat. Oleh karena itu diperlukan adanya beberapa strategi atau cara-cara untuk meningkatkan perkembangan industri farmasi di Indonesia. Strategi tersebut dapat berupa orientasi perusahaan terhadap pasar, pemasaran sosial dengan cara marketing mix dan lain sebagainya.
Strategi-strategi untuk Menangani Minimnya Pengembangan Industri Farmasi di Indonesia
Sektor industri menjadi sebuah sektor yang paling diminati saat ini, sehingga timbul persaingan yang ketat diantara perusahaan industri. Fenomena ini memacu setiap perusahaan untuk dapat menghasilkan produk yang berkualitas dan memiliki nilai tambah, sehingga mendapat tempat dihati konsumen serta menarik minat investor untuk berinvestasi. Persepsi konsumen akan berdampak kepada peningkatan permintaan terhadap produk yang dihasilkan oleh suatu industri, dengan kata lain dapat membuat perusahaan mampu bersaing dipasaran. Akan tetapi kita harus melihat strategi pemasaran dari industri farmasi itu seperti apa karena setiap industri mempunyai strategi pemasaran yang berbeda-beda. Industri farmasi memproduksi sedemikian banyak obat, baik obat ethical (sering juga disebut obat keras yang dapat diperoleh hanya dengan resep dokter) maupun obat bebas (Over The Counter / OTC). Dalam satu kelas terapi terdapat banyak obat yang mempunyai indikasi / khasiat yang sama dengan berbagai nama dagang (brand name) maupun nama generik, yang diproduksi oleh berbagai perusahaan farmasi. Di Indonesia saat ini terdapatt 214 perusahaan manufaktur farmasi yang terdiri dari perusahaan domestik  maupun multi nasional yang memproduksi belasan ribu item obat. Obat yang dihasilkan oleh produsen farmasi Indonesia tersebut kemudian didistribusikan oleh pedagang besar farmasi (PBF)/ distributor kepada apotek, Rumah Sakit dan toko obat (Untuk OTC) diseluruh Indonesia, menjangkau konsumen dalam skala yang sangat luas mencapai ratusan juta produk Indonesia.[4] Oleh karena itu dibutuhkan beberapa strategi manajemen pemasaran antara lain :
Ø  Orientasi Perusahaan terhadap Pasar
Orientasi ini merupakan strategi pertama yang harus ditentukan atau dibentuk terlebih dahulu karena sikap menentukan hasil yang telah dikerjakan. Orientasi perusahaan dibagi menjadi 3 konsep yakni konsep pemasaran, konsep marketing berdasarkan kepentingan sosial, dan konsep pemasaran yang bersifat kemasyarakatan. Ketiga konsep ini tidak jauh berbeda yakni berintikan sama-sama menetapkan kepentingan dan kebutuhan konsumen dalam jangka panjang serta memahami keinginan-keinginan terget pasar. Dalam industri farmasi, perusahaan harus mengerti terlebih dahulu kebutuhan konsumen pada saat itu misalnya dilihat dari faktor iklim atau cuaca. Tentu kesehatan masyarakat sangat berbeda dan membutuhkan jenis obat yang berbeda pula. Setelah itu perusahaan membuat penyalur distribusi. Pertama distribusi intensif, yakni perusahaan menggunakan peyalur tertama pengecer sebanyak banyaknya, untuk mendekati dan mencapai konsumen, untuk mempercepat pemenuhan kebutuhan konsumen. Kedua distribusi selektif, yakni perusahaan menggunakan pedagang/pengecer yang terbatas dalam suatu daerah tujuannya untuk meniadakan pengecer / penyalur yang tidak menguntungkan. Ketiga distribusi ekslusif yakni perusahaan hanya menggunakan satu pengecer dalam daerah pasar tertentu dengan tujuan agar produsen lebih mudah dalam melakukan pengawasan pada tingkat harga eceran dan kerja sama dengan penyalur terutama dibidang periklanan. Hal ini merupakan awal pembentuk strategi pemasaran pada konsumen agar dapat berjalan dengan jangka waktu panjang.
Ø  Konsep Marketing Mix
Dalam konsep ini perusahaan harus membentuk 5 unsur penting yang ada dalam perindustrian. Unsur tersebut meliputi produk, harga, distribusi/tempat, promosi, dan inovasi produk. Konsep inilah yang nantinya akan memecahkan faktor-faktor minimnya pengembangan industri farmasi yang telah dijelaskan sebelumnya.
1.      Produk
Produk yang dihasilkan oleh industri farmasi sangat beragam dan sangat banyak sekali. Namun kendala yang dialami hal ini ialah pada bahan baku obat-obatan yang sebagian besar diperoleh dari import luar negeri. Padahal secara teknologi Indonesia sudah siap memproduksi bahan baku obat dengan memanfaatkan bahan baku lokal yang melimpah. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), PT Kimia Farma dan Sungwun Pharmacopia (Korea Selatan), menandatangani kerja sama tiga pihak untuk pengembangan bahan baku obat antibiotik sefalosporin dan turunannya di Indonesia. Nantinya dalam kerja sama ini, akan ada transfer teknologi dan pemanfaatan laboratorium bersama. Terdapat tiga teknologi untuk menghasilkan teknologi ini antara lain fermentasi, enzimatik transfer dan sintetis. BPPT dan Sungwun akan mengkaji studi kelayakannya dalam 6 bulan ke depan. PT Kimia Farma sudah menyiapkan lahan seluas 12 hektare di Cikarang untuk membangun industri antibiotika ini.[5] Jika kerjasama tersebut dapat berjalan dengan baik maka Indonesia tidak perlu lagi megimpor banyak bahan baku untuk pembuatan obat tapi mengolah sendiri bahan baku yang ada menjadi obat-obatan.
2.    Harga
Harga obat yang dikonsumsi masyarakat saat ini 75-80 persennya dari bahan baku dan 20-35 persennya biaya pemasaran dan ongkos produksi. Sudah sangat jelas jika harga impor sangat mempengaruhi nilai jual. Maka dari itu hal utama yang harus difokuskan ialah mengubah bahan baku impor menjadi olahan sendiri atau jika memungkinkan sampai mengekspor bahan baku. Tentu sangat berpengaruh juga dalam harga, masyarakat menjadi lebih mudah dalam berobat karena biaya sudah tidak terlalu mahal.
3.      Distribusi/tempat
Jumlah industri farmasi di Indonesia lebih besar di wilayah barat dibanding wilayah Indonesia bagian timur, salah satu penyebabnya ialah mahalnya harga obat di bagian timur akibat tingginya biaya distribusi disana. Ini dapat dijadikan acuan dalam mengembangkan industri farmasi di Indonesia bagian timur dalam rangka pemerataan sarana tersebut di seluruh Indonesia. Seharusnya jumlah Sumber Daya Manusia (SDM) dan keadaan ekonomi masyarakat di wilayah timur Indonesia juga harus ditingkatkan untuk mendukung upaya tersebut. Hal ini penting untuk membuka akses masyarakat terhadap sarana pelayanan kesehatan khususnya bidang kefarmasian dan alat kesehatan.
4.      Promosi/iklan
Dalam hal promosi pada industri farmasi ini sangat ditekankan kepada para investor untuk menginvestasikan modalnya yang pada saat ini sangat dibutuhkan oleh perusahaan farmasi. Agar para investor yakin kepada perusahaan. Maka perusahaan memerlukan visi, misi dan nilai-nilai perusahaan. Dalam visi perusahaan harus mempunyai konsep sustainability (konsep yang berkelanjutan) yaitu sebuah sebuah upaya pembangunan yang meliputi aspek ekonomi, sosial, lingkungan bahkan budaya untuk kebutuhan masa kini tetapi tidak mengorbankan atau mengurangi kebutuhan generasi yang akan datang. Konsep sustainability dalam visi perusahaan meberikan nilai unggul kompetitif dalam jangka panjang. Perusahaan harus menyampaikan pada para investor bahawa penerapkan praktik bisnis yang sustainability akan menambah produktivitas biaya, pendapatan, dan nilai merek korpolat.[6] Dengan begitu para investor akan tertarik untuk bermodal dalam industri ini. Investor meningkat, lapangan kerja pun juga akan meningkat karena seiring bertambahnya modal otomatis terjadi perluasan kerja juga. Tenaga kerja pun juga sangat banyak sekali lulusan-lulusan diploma maupun sarjana.


5.      Inovasi Produk
Inovasi produk merupakan planning kedua setelah keempat strategi sebelumnya tidak terlaksana dengan baik dan lancar. Inovasi produk berupa upaya yang harus dilakukan perusahaan agar dapat memaksimalkan pemasarannya. Tergantung dengan situasi dan kondisi perusahaan pada saat itu.



DAFTAR PUSTAKA
Putri, Karnia. perkembangan industri di Indonesia dari tahun ke tahun. blog.spot.2014.
Republika .news. 3 November 2016 .“ Dalam Lima Tahun, Investasi Sektor Farmasi Hanya Rp. 8,9 Triliun”.  
Bisnis.vivanews.com. 27 Oktober 2016.“Industri Farmasi Indonesia Tumbuh Rp37 T”. dalam
Kurniasih, Nia.“ Manajemen Pemasaran Farmasi”, dalam
Kolter, Philip. “Marketing 3.0 Mulai dari Produk ke Pelanggan ke Human Spirit”. Jakarta : Erlangga. 2010.

Kompas.com. 4 November 2016. “Penelitihan dan Pengembangan di Industri Farmasi masih minim”. Dalam




[1] Karnia putri, perkembangan industri di Indonesiadari tahun ke tahun, blog.spot, 1 mei 2014
[2] “ Dalam Lima Tahun, Investasi Sektor Farmasi Hanya Rp. 8,9 Triliun” Republika.news, 3 November 2016, dalam http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/makro/16/11/03/og21z2383-dalam-lima-tahun-investasi-sektor-farmasi-hanya-rp-89-triliun

[3] “Industri Farmasi Indonesia Tumbuh Rp37 T”, Bisnis.vivanews.com,  27 Oktober 2016  dalam http://www.kemenperin.go.id/artikel/1420/Industri-Farmasi-Indonesia-Tumbuh-

[4] Nia kurniasih, “ Manajemen Pemasaran Farmasi”, dalam http://apotekeroke.blogspot.co.id/2015/10/manajemen-pemasaran-farmasi_30.html
[5] Beritasatu.com, 06 juni 2016, dalam http://www.beritasatu.com/iptek/368611-tekan-impor-bppt-dukung-pengembangan-bahan-baku-antibiotik.html
[6] Philip Kolter, Marketing 3.0 Mulai dari Produk ke Pelanggan ke Human Spirit, ( Jakarta : Erlangga, 2010) 123